Gembar-Gembor UKT
Memasuki
tahun ajaran baru 2013/2014 kali ini, perguruan tinggi, orang tua calon
mahasiswa, dan calon mahasiswa disibukkan dengan sistem pembayaran uang kuliah
yang baru, yang disebut dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sebenarnya sistem
pembayaran uang kuliah ini bukanlah hal baru lagi, pasalnya sistem pembayaran
uang kuliah bagi peserta didik di perguruan tinggi di Indonesia ini telah
dibahas dan dicanangkan sejak Juni 2012 yang lalu. Untuk itu, kali ini penulis
terlebih dahulu akan menjelaskan apa sesungguhnya UKT tersebut.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 55 Tahun 2013
Tentang Uang Kuliah Tunggal yang dilahirkan pada tanggal 23 Mei 2013,
menerangkan bahwa berdasarkan amat Pasal 88 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) UU
No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi pemerintah melalui Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan berwenang menyusun peraturan mengenai biaya yang
ditanggung mahasiswa selama menjalani masa pendidikan di perguruan tinggi
negeri (PTN). Adapun yang menjadi dasar penentuan besaran biaya yang akan
ditanggung oleh mahasiswa tersebut merujuk pada satuan biaya operasional perguruan
tinggi selama satu periode sebagamanai diatur pada Pasal 88 ayat (1) UU
Pendidikan Tinggi. Sementara Surat Edaran Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) No.
272/E1.1/KU/2013 tertanggal 3 April 2013 mengatur mekanisme pemungutan UKT oleh
PTN dalam 5 (lima) konsep. Konsep pertama pembayaran UKT dibagi dalam 5 (lima)
golongan, yang mana penggolongan ini berdasarkan status ekonomi keluarga calon
mahasiswa. Konsep kedua PTN mengalokasikan quota sebesar 5% untuk golongan
calon mahasiswa dari keluarga sangat miskin pada level 1 dengan pembayaran UKT
sebesar Rp 0 hingga Rp 500.000. Selanjutnya PTN quota 5% untuk calon mahasiswa
dari golongan miskin pada level 2 dengan pembayaran UKT Rp 500.000 hingga Rp
1.000.000, dan yang terakhir Dirjen Pendidikan Tinggi membebaskan PTN untuk
menyediakan quota bagi calon mahasiswa dari keluarga golongan menengah keatas
hingga keluarga dari golongan elit yang semuanya di tempatkan pada level 3,
level 4, dan level 5 dengan pembayaran UKT sesuai keinginan PTN yang
disesuaikan dengan bukti pendapatan orang tua calon mahasiswa. Dengan formulasi
tersebut, pemerintah menjanjikan akses pendidikan tinggi bagi kalangan
masyarakat tidak mampu akan semakin terbuka lebar, sebab dengan mekanisme
subsidi silang yang diatur di dalam mekanisme UKT biaya pendidikan akan semakin
murah.
Mimpi dan Kenyataan
Biaya Kuliah
Menempuh
pendidikan hingga perguruan tinggi merupakan impian setiap anak bangsa di
seluruh belahan dunia termasuk Indonesia. Melalui pemberlakuan Uang Kuliah
Tunggal pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjanjikan
biaya kuliah murah bagi calon mahasiswa yang berencana melanjutkan pendidikan
ke perguruan tinggi. Akan tetapi benarkah seperti itu kenyataannya, ataukah UKT
tersebut hanya distorsi di dalam akses terhadap pendidikan tinggi.
Sekarang
mari kita lihat wujud sesungguhnya UKT, perlu diketahui susungguhnya UU
Pendidikian Tinggi yang menjadi payung hukum UKT merupakan undang-undang yang
penuh dengan kecacatan dan pengangkangan terhadap hak konstitusional warga
negara Indonesia, khususnya hak untuk memperoleh pendidikan dan kehidupan yang
layak. Seperti yang kita ketahui bahwa para pendiri negara Indonesia meletakkan
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan negara Indonesia, sebab dengan
bangsa yang cerdas maka akan terwujud kemerdekaan baik secara ekonomi, IPTEK,
dan yang terpenting merdeka dari penindasan dan penghisapan antar manusia. Akan
tetapi UU Pendidikan Tinggi yang merupakan sebuah karya para Mafia Berkley yang
hanya menghamba pada keuntungan (kapital) membuang jauh-jauh kemanusiaan dan tujuan
mulia negara tersebut dan menjadikan sektor pendidikan sebagai sektor ekonomi
yang tunduk pada ketentuan supply and
demands sebagaimana tercantum pada perjanijian GATS yang ditandatangani
pada tahun 1994. Bedasarkan kenyataan ini dapat kita lihat adanya distorsi
terhadap pendidikan tinggi dan akses terhadap pendidikan tinggi. Penyimpangan
pertama, penyediaan akses pendidikan sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa yang pada hakikatnya merupakan tanggung jawab negara sebagaimana
termaktub di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami
penyimpangan dengan lahirnya Pasal 88 ayat (1) UU Pendidikan Tinggi. Pasal ini
mengatur tentang penghitungan seluruh biaya operasional perguruan tinggi oleh
perguruan tinggi, yang pada akhirnya biaya operasional perguruan tinggi
tersebut akan ditanggung oleh peserta didik. Secara tersirat pasal ini
menegaskan jika negara telah melepaskan tanggung jawab terhadap pembiayaan
institusi pendidikan tinggi. Penyimpangan kedua, dapat kita lihat dari penyedian
quota bagi calon mahasiswa dari golongan keluarga sangat miskin dan keluarga
miskin (level 1 dan level 2) yang hanya disediakan sebesar 5%. Dari hal ini
kita dapat melihat adanya bentuk kastanisasi peserta didik di perguruan tinggi
dan pembatasan akses bagi peserta didik dari kalangan tidak mampu. Penyimpangan
terakhir, tidak adanya ketentuan baku bagi calon mahasiswa yang berasal dari
golongan menengah hingga golongan elit. Surat Edaran Dirjen Pendidikan Tinggi
(Dikti) No. 272/E1.1/KU/2013 hanya menyebutkan besaran UKT yang dibayarkan oleh
mereka tergantung pada pendapatan orang tua mereka. Ini menunjukkan tidak
adanya kepastian jelas mengenai besaran uang yang akan dibayarkan oleh peserta
didik dan dengan ketidak jelasan besaran UKT yang dibayarkan ini telah membuka
peluang bagi tindakan komersialisasi bahkan korupsi di institusi perguruan
tinggi, khususnya PTN.
Pada
akhirnya kita dapat melihat bahwa semua mekanisme UKT tersebut makin
memperjelas upaya komersialisasi terhadap pendidikan tinggi. Oleh karena itu, mari
kita bergerak untuk mendesak para pemimpin negara saat ini kembali kepada
marwah yang menempatkan penyediaan akses pendidikan ditiap tingkat pendidikan
sebagai tanggung jawab negara sebagaimana diatur oleh UUD 1945 dan menghentikan
penyimpangan terhadap pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Jika tidak kita,
siapa lagi ???
Setuju bro..
BalasHapusThanks Bro.. Tolong dishare ya, biar semua orang tau tentang bobroknya sistem komersialisasi pendidikan saat ini.
Hapus