Sabtu, 23 Agustus 2014

MOESATSU CLOTHING : Anime, Religi, and Your Own Desain


ATTENTIONS !!
 
Untuk kalian kaula muda pecinta anime, ataupun kalian yang memiliki ide-ide kratif untuk mewarnai hari kalian. Kami hadir untuk mewujudkan impian itu.

Kalian bisa memesan kaos dengan desain yang kalian suka, mulai dari tokoh anime kesukaan kalian maupun desain gambar hasil kreasi kalian semua.  Kalian bisa memesan untuk baju kelas, baju angkatan, baju pania Festival Seni, Tim Futsal kesayangan kalian, atau Genk kalian biar lebih kompak dan keren.

Kami menyediakan segala ukuran, dengan bahan kain TC dan Carded.

Jadi, SEGERA kalian pesan ke kontak yang kami sediakan, biar impian dan ide briliant kalian bisa mengikat kekompakan kalian semua...  ^_^ 

Jumat, 22 Agustus 2014

Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin

 Rudy Cahyadi
(Pengabdi Bantuan Hukum LBH Padang)


 

Persoalan hukum dan sengketa merupakan permasalahan yang tidak dapat dielakan dalam kehidupan bernegara. Kita sebagai warga Indonesia, tidaklah pantas menyelesaikan masalah menggunakan kekerasan atau yang dikenal dengan cara hukum rimba.
Indonesia menyatakan diri sebagai negara yang berdasarkan kepada hukum. Alangkah bijak, jika ada permasalahan atau sengketa diselesaikan sesuai dengan mekanisme hukum.
Keinginan untuk menjadi warga negara yang taat hukum (law a biding citizen) tentu ada di setiap hati masyarakat. Berbekal hal itu, kita mampu mewujudkan ketertiban sosial.
Kini yang menjadi kendala, pertama, tidak semua dari warga negara paham akan hukum dan mekanisme untuk menjamin hak-haknya, sehingga perlu ada jasa pendam pingan dari orang-orang atau lembaga yang berkompeten untuk hal tersebut.
Kedua, tidak semua dari masyarakat kita memiliki kemampuan (dana) yang memadai untuk mendanai proses hukum yang mereka hadapi, seperti membayar jasa pemberi bantuan hukum, membayar segala pendanaan selama proses berjalan.
Menjawab permasalahan ini, sejak disahkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 56, mengatur tentang kewajiban negara untuk menyediakan jasa bantuan bagi masyarakat miskin.
Selain itu, masih banyak lagi undang-undang yang mengatur tentang kewajiban negara dalam penyediaan jasa bantuan hukum bagi masyarakat miskin. Kesemuanya tersebar di beberapa undang-undang tersebut dan bersifat parsial dan dengan limitasi kasus yang akan diberikan bantuan hukum.
Setelah lahirnya Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum harapan masyarakat miskin memperoleh hak atas akses keadilan, khususnya hak untuk diperlakukan sama di depan hukum semakin terbuka lebar.
Lahirnya UU ini, segala limitasi dan mekanisme yang rumit terhadap pemberian bantuan hukum dipangkas habis. Tidak hanya orang-orang yang terancam dengan pidana yang di atas lima tahun saja yang berhak mendapatkan bantuan hukum, tetapi semua orang miskin yang berhadapan dengan permasalahan hukum berhak mendapatkan bantuan dan negara wajib menganggarkan pendanaan. Sakadar contoh, Jamal yang berusia kira-kira enam puluh tahun yang berasal dari Kecamatan Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung.
Dia melaporkan permasalahan terkait tidak ada tindak lanjut kasus penganiayaan dan ancaman pembunuhan yang diterimanya dari seorang masyarakat yang merampas kebun karetnya. Kasus dilaporkan Jamal sejak 2010, tetapi hingga belum ada titik terang dan harapan dari pihak kepolisian akan kejelasan kasusnya tersebut.
Berkebalikan dengan perlakuan kepolisian terhadap orang yang merampas tanah Jamal, saat orang tersebut melaporkan Jamal telah melakukan penganiayaan terhadapnya, pihak kepolisian begitu cepat dan sigap memproses masalah dan segera memenjarakan Jamal.
Padahal, dalam konteks ini, Jamal membela diri dari ancaman pembacokan yang akan dilakukan lawannya tersebut. Perlakuan yang diskriminatif terlebih bagi mereka yang cacat (disabilitas) merupakan fenomena penegakkan hukum yang sering ditemui dalam proses hukum di Indonesia.
Keadaan seperti inilah yang membutuhkan pendampingan hukum dari orang-orang yang berkompeten untuk hal ini.
Berkaca dari fenomena dan kondisi ril penegakkan hukum Indonesia yang berat sebelah itu, berdasarkan amanat yang diberikan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011, sangat urgen dibentuknya Peraturan Daerah di tingkat Sumatra Barat terkait pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin.
Sebagai dasar hukum bagi pemenuhan hak-hak masyarakat miskin dalam mengakses hak atas keadilan dan perlakuan yang sama di depan hukum. Agar tidak ada lagi marginalisasi yang terjadi kepada kaum miskin.

Senin, 18 Agustus 2014

Merdeka Tanpa Kemerdekaan


Tidak terasa 17 Agustus semakin dekat itu berarti bahwa kita akan merayakan hari Kemerdekaan Republik   Indonesia  dan kita kembali mengulang perayaan Kemerdekaan setiap  tahunnya.  Tidak terasa sudah 69 (enam puluh sembilan) tahun Tanah Air kita tercinta ini menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. Namun pertanyaan yang sering muncul didalam pikiran kita dan juga penulis, apakah Indonesia telah merasakan Kemerdekaan secara penuh? Lagi dan lagi pertanyaan yang sama masih dipertanyakan pada kemerdekaan yang sudah berjalan 69 tahun ini (katanya) tapi lagi dan lagi juga kita belum dapat memecahkan pertanyaan yang ada di benak seluruh masyarakat  Indonesia yang ada ini. Sebenarnya kita sudah merasakan kemerdekaan itu sendiri.Karena paling tidak kita tidak perlu lagi mengangkat senjata untuk berperang melawan penjajah.


Sebelum lebih lanjut, alangkah baiknya kita perlu lagi mengulas dan mengingat lagi apa itu Merdeka” dan ‘Kemerdekaan’. Menurut kamus Bahasa Indonesia, Merdeka ialah bebas dan lepas dari segala macam penjajahan.Macam-macam Penjajahan tersebut bisa berupa Penjajahan Fisik, Ekonomi, Politik dan sebagainya.Merdeka dalam arti hidup bahagia, mencapai kemakmuran, kesejahteraan hidup dan merdeka atas kemenangan Indonesia. Golongan yang beraneka ragam adalah dari berbagai macam suku, budaya, ras maupun agama. Sedangkan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kemerdekaan memiliki arti ke-mer-de-ka-an, yaitu keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya), atau kebebasan. Kita lihat dari defenisi di atas bahwa kita belum mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya. Kita mengartikan kata merdeka karena kita tidak lagi perlu menghabiskan tenaga untuk melawan penjajah dan menumpahkan darah sampai rela mati. tetapi apakah secara individual mereka telah merdeka ? Atas pertanyaan ini saya bisa memastikan kata ‘tidak’ untuk menjawabnya. Tidak hanya dari segi ekonomi, kesejahteraan sosial budaya, terlebih dalam hal pendidikan. Makna merdeka secara harfiah pun adalah kebebasan. Anak bangsa mampu mengecap pendidikan sampai ke perguruan tinggi, Pertanyaan lagi apakah kebebasan dalam hal pendidikan sudah didapatkan ? ternyata tidak semua anak bangsa mendapatkan pendidikan yang seharusnya mampu memerdekakan dirinya sendiri maupun bangsa ini. Jangankan untuk menempuh ke perguruan tinggi, pendidikan dasar pun tak dapat dinikmati oleh semua anak. Seperti yang kita ketahui, beberapa daerah pelosok di Sumatera Barat masih banyak warganya yang mengenyam pendidikan hanya sampai pada Sekolah Dasar sangat jauh untuk menuju ke Pendidikan Tinggi. Anak laki-laki disana hanya mampu untuk bertani dan merantau.

Kemerdekaan yang berarti mensejahterakan dan memakmurkan kehidupan rakyat, mengingat negeri ini memiliki sumberdaya alam yang melimpah. tapi, segala kelimpahan dan kekayaan sumber daya alam tersebut tak dapat dinikmati bahkan menjadi “kutukan” yang membuat rakyat bagai ayam yang mati di lumbung padi. Negara yang subur makmur katanya,tapi rakyatnya tetap tidur menggelandang di trotoar jalan atau di kolong jembatan, menempati gubuk-gubuk reyot di sepanjang bantaran kali kumuh, hidup darurat di sepanjang rel kereta api.dari segi ekonomi pun juga begitu.  Selanjutnya bagaimana dengan kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia? Realita Kesejahteraan Sosial saat ini. Sejak sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia para founding father negara ini telah merumuskan sebuah tata nilai dasar yang wajib dijalankan dengan satu tujuan, yaitu kesejahteraan sosial. Tata nilai dasar ini dapat kita lihat di dalam Pancasila, pembukaan UUD 1945, dan Pasal 33 UUD 1945, yang semuanya mewajibkan negara/pemerintah selaku pemilik kekuasaan untuk membentuk suatu tatanan kebijakkan yang mampu memberikan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Segala kebijakkan yang diambil oleh negara/pemerintah wajib ditujukan demi peningkatan kesejahteraan seluruh lapisan rakyat Indonesia dengan memperhatikan kesejahteraan sosial saat kebijakkan tersebut diambil.

Selayaknya kemerdekaan bukanlah sebuah perayaan dan seremonial saja tetapi juga berharap khususnya kepada pemerintahan agar lebih memperhatikan aspek   ekonomi, pendidikan, sosial dan lainnya agar kita dapat merasakan kemerdekaan yang bukan saja hanya dirayakan setiap 17 Agustus dengan perlombaan seperti makan kerupuk, balap karung, panjat pinang, dan lain sebagainya. Akan tetapi bagaimana mencapai kemerdekaan yang hakiki. Tidak ada orang yang terlantar,tidak ada lagi rakyat miskin,tidak pernah mendengar lagi anak bangsa putus sekolah karena biaya. Dengan kesadaran bersama pun bukan saja pemerintah tapi kita bersama sebagai anak bangsa, sehingga tidak ada lagi kondisi merdeka yang tanpa kemerdekaan.

sumber : Harian Pagi Padang Ekspres tanggal 16 Agustus 2014