Kamis, 26 Juli 2018


DIBALIK TIRAI KEADILAN
Oleh : Rudy Cahyadi*

Keadilan, sebuah kata yang manis di mulut dan merdu di telinga. Kita banyak menemui orang-orang yang ingin menegakkan keadilan. Baik itu mereka lakukan melalui lembaga bantuan hukum, melalui jalur politik dengan mendirikan partai politik, ada pula yang menempuh jalur dengan menggerakan massa dan berorasi membongkar borok-borok seseorang atau kelompok yang mereka anggap durjana dan ada pula yang menggunakan ketajaman mata pena dengan membuat tulisan, selebaran yang sangat memancing gejolak perasaan masyarakat. Kesemua hal tersebut dilakukan hanya untuk mendapat keadilan. Akan tetapi sangat disayangkan mereka semua bahkan termasuk kita tidak memahami apa itu keadilan, banyak dari kita yang hanya memahami keadilan dari pegertian dan definisi yang diungkapkan oleh pemikir-pemikir tanpa mau berpikir dan mencari hakikat keadilan itu sendiri.
Sekarang mari kita bahas keadilan yang kita ketahui dari para filosof yang karya-karyanya menjadi rujukan kita semua. Yang pertama kita bahas adalah keadilan menurut Plato, menurut Plato keadilan terbagi menjadi dua pengertian yaitu keadilan menurut pengertian moral yang terjadi apabila seseorang mampu memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajibannya dan keadilan menurut pengertian prosedural terjadi apabila seseorang mampu melaksanakan perbuatan sesuai dengan tata cara yang diharapkan. Lain Plato lain juga muridnya, ya Aristoteles murid Plato dan juga dianggap sebagai bapak filsafat barat membagi pengertian keadilan menjadi lima jenis, yaitu keadilan komunikatif yang terjadi apabila seseorang memperlakukan orang lain dengan tidak melihat jasa atau latar belakang orang lain tersebut, keadilan distributif terjadi apabila seseorang memperlakukan orang lain sesuai dengan jasa dan latar belakang orang lain itu, keadilan kodrat alam terjadi apabila seseorang memperlakukan orang lain secara alamiah berdasarkan akal dan perasaannya, keadilan konvensional terjadi ketika seseorang telah melakukan perbuatan sesuai dengan aturan atau kebiasaan yang berlaku pada masyarakat tempat orang tersebut bermukim, dan yang terakhir menurut Aristoteles adalah keadilan perbaikan yang terjadi apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang dimaksudkan untuk mengembalikan keadaan atau status pada kondisi yang seharusnya. Sekarang kita bergeser dari filosof zaman kuno kepada filosof setelah renaisance, Thomas Hobbes. Hobbes berpendapat bahwa keadilan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.
Setelah kita menguraikan pendapat para filosof barat, maka sekarang saatnya kita membahas pendapat para filosof nusantara tentang keadilan. Tokoh pertama adalah Prof. Notonegoro, menurut beliau suatu perbuatan dikatakan adil apabila telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku selain itu Notonegoro juga menambahkan komentar atas teori keadilan Aristoteles yaitu keadilan legalitas yaitu keadilan yang mengatur hubungan antara anggota dan kesatuannya untuk bersama-sama selaras dengan kedudukan dan fungsinya guna mencapai kesejahteraan umum. Terakhir keadilan menurut W.J. Poerwadarminto, adalah seimbang atau tidak berat sebelah dan sepatutnya atau tidak sewenang-wenang.
Dari pendapat para filosof yang telah penulis uraikan, dapat kita temukan beberapa kesamaan pandangan para filosof tersebut dalam memandang keadilan. Persamaan itu antara lain persamaan dan diukur dari persepsi manusia baik itu berupa nilai moral maupun nilai hukum (perjanjian dan peraturan). Berdasarkan sintesa tersebut penulis berhipotesa bahwa keadilan yang selama ini para filosof, pakar, dan bahkan kita sebagai orang awam pahami bukanlah keadilan yang sesungguhnya akan tetapi hanya sebuah tirai yang menutupi keadilan yang sesungguhnya, hal ini dikarenakan kita tidak mampu membedakan antara persamaan dengan keadilan. Mengapa persamaan dengan keadilan harus dibedakan dengan keadilan, bukankah persamaan dan keadilan merupakan dua sisi mata uang, itulah beberapa pertanyaan yang akan timbul dari hipotesa yang penulis sampaikan sebelumnya dan hal tersebut wajar terjadi karena apa yang penulis sampaikan berbeda dengan apa yang kita terima dan pahami selama ini.
Keadilan dan persamaan merupakan dua hal yang berbeda, mengutip pendapat cendikiawan Timur Tengah, beliau mengatakan persamaan berarti menyamakan sesuatu tanpa membedakan sifat yang menunjukkan perbedaan. Oleh karena itu, karena yang dicari kesamaan maka akhirnya timbul kedzaliman/kejahatan. Sedangkan keadilan berarti menempatkan sesuatu sesuai dengan yang berhak diterima dan hal itu tidak harus sama antara satu orang dengan orang yang lainnya. Kita ambil contoh sederhana, apakah menurut kita adil menyamaratakan uang saku dari dua orang kakak dan adik, yang mana si kakak telah bersekolah di sekolah lanjutan sedangkan si adik masih bersekolah di taman kanak-kanak. Jika kita memandang dari persamaan maka kita akan mengatakan hal tersebut adil, namun jika kita memandang dari keadilan maka hal tersebut tidak adil. Hal ini dikarenakan jika uang saku mereka berdua disamakan dengan mengacu pada uang saku untuk si adik yang pada kenyataannya lebih sedikit kebutuhannya maka akan tidak adil bagi si kakak karena kebutuhanya lebih banyak maka memerlukan uang saku yang lebih banyak, dan jika kita menyamakan dengan mengacu pada uang saku untuk si kakak maka akan menjadi sesuatu yang berlebihan dan sia-sia untuk si adik karena kebutuhanya tidak sebanyak si kakak yang telah duduk di sekolah lanjutan, bahkan bisa saja kita malah mengajarkan hidup boros kepada si adik sehingga dapat merusak perkembangan mentalnya. Selain itu, jika keadilan adalah persamaan maka kekacauan sosial saat ini adalah suatu hal yang wajar terjadi, dikarenakan persamaan dalam sudut pandang masing-masing manusia saling berbeda dan masih diperdebatkan. Oleh karena itu, jangan kita samakan antara persamaan dengan keadilan dan jangan pula kita laksanakan keadilan berdasarkan asumsi pribadi dan tolak ukur manusia karena apa yang ada dalam pikiran dan tolak ukur kita masih sempit dan belum mampu menjangkau keadilan. Untuk itu Sang Maha Adil telah mengutus banyak utusannya untuk mengajarkan kepada kita tentang apa itu keadilan, pada setiap agama yang ada pasti menjelaskan tentang apa itu keadilan dan kesemua itu memiliki benang merah yaitu memberikan sesuatu sesuai dengan yang berhak diterima, tidak dilebihkan ataupun dikurangi.
Dari semua uraian di atas dapat kita pahami bahwa pemahaman kita tentang keadilan selama ini hanya terbatas dan tidak benar-benar menyentuh arti dari keadilan yang sebenarnya. Jika diibaratkan keadilan yang selama ini kita kenal adalah sebuah tirai, sementara keadilan yang sebenarnya adalah apa yang ada dibalik tirai yang menyelubunginya tersebut. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita memperbaiki kesalahan kita dalam memahami keadilan selama ini, karena orang yang hebat bukanlah orang yang selalu benar, melainkan orang yang mau mengakui kesalahanya dan memperbaiki kesalahan tersebut. Terlebih lagi untuk para penegak keadilan, janganlah kita sewenang-wenang dan mempermainkan harapan dan keadilan, tugas kita adalah mewujudkan keadilan sehingga nantinya akan tercipta kedamaian sosial. Akan tetapi, jika kita tetap pada ego masing-masing maka ingatlah bahwa dunia bukanlah akhir dari segalanya, sang Maha Adil yang nanti akan memberikan keadilan sejati.






*Penulis merupakan Calon Hakim yang saat ini ditugaskan di Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian