DIBALIK
TIRAI KEADILAN
Oleh : Rudy Cahyadi*
Keadilan, sebuah kata yang
manis di mulut dan merdu di telinga. Kita banyak menemui orang-orang yang ingin
menegakkan keadilan. Baik itu mereka lakukan melalui lembaga bantuan hukum, melalui
jalur politik dengan mendirikan partai politik, ada pula yang menempuh jalur
dengan menggerakan massa dan berorasi membongkar borok-borok seseorang atau
kelompok yang mereka anggap durjana dan ada pula yang menggunakan ketajaman
mata pena dengan membuat tulisan, selebaran yang sangat memancing gejolak
perasaan masyarakat. Kesemua hal tersebut dilakukan hanya untuk mendapat
keadilan. Akan tetapi sangat disayangkan mereka semua bahkan termasuk kita
tidak memahami apa itu keadilan, banyak dari kita yang hanya memahami keadilan
dari pegertian dan definisi yang diungkapkan oleh pemikir-pemikir tanpa mau berpikir
dan mencari hakikat keadilan itu sendiri.
Sekarang mari kita bahas
keadilan yang kita ketahui dari para filosof yang karya-karyanya menjadi
rujukan kita semua. Yang pertama kita bahas adalah keadilan menurut Plato,
menurut Plato keadilan terbagi menjadi dua pengertian yaitu keadilan menurut
pengertian moral yang terjadi apabila seseorang mampu memberikan perlakuan yang
seimbang antara hak dan kewajibannya dan keadilan menurut pengertian prosedural
terjadi apabila seseorang mampu melaksanakan perbuatan sesuai dengan tata cara
yang diharapkan. Lain Plato lain juga muridnya, ya Aristoteles murid Plato dan
juga dianggap sebagai bapak filsafat barat membagi pengertian keadilan menjadi
lima jenis, yaitu keadilan komunikatif yang terjadi apabila seseorang
memperlakukan orang lain dengan tidak melihat jasa atau latar belakang orang
lain tersebut, keadilan distributif terjadi apabila seseorang memperlakukan
orang lain sesuai dengan jasa dan latar belakang orang lain itu, keadilan
kodrat alam terjadi apabila seseorang memperlakukan orang lain secara alamiah
berdasarkan akal dan perasaannya, keadilan konvensional terjadi ketika
seseorang telah melakukan perbuatan sesuai dengan aturan atau kebiasaan yang
berlaku pada masyarakat tempat orang tersebut bermukim, dan yang terakhir
menurut Aristoteles adalah keadilan perbaikan yang terjadi apabila seseorang
melakukan suatu perbuatan yang dimaksudkan untuk mengembalikan keadaan atau status
pada kondisi yang seharusnya. Sekarang kita bergeser dari filosof zaman kuno
kepada filosof setelah renaisance, Thomas
Hobbes. Hobbes berpendapat bahwa keadilan adalah suatu perbuatan yang dilakukan
berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.
Setelah kita menguraikan
pendapat para filosof barat, maka sekarang saatnya kita membahas pendapat para
filosof nusantara tentang keadilan. Tokoh pertama adalah Prof. Notonegoro,
menurut beliau suatu perbuatan dikatakan adil apabila telah dilakukan sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku selain itu Notonegoro juga menambahkan
komentar atas teori keadilan Aristoteles yaitu keadilan legalitas yaitu
keadilan yang mengatur hubungan antara anggota dan kesatuannya untuk
bersama-sama selaras dengan kedudukan dan fungsinya guna mencapai kesejahteraan
umum. Terakhir keadilan menurut W.J. Poerwadarminto, adalah seimbang atau tidak
berat sebelah dan sepatutnya atau tidak sewenang-wenang.
Dari pendapat para filosof
yang telah penulis uraikan, dapat kita temukan beberapa kesamaan pandangan para
filosof tersebut dalam memandang keadilan. Persamaan itu antara lain persamaan
dan diukur dari persepsi manusia baik itu berupa nilai moral maupun nilai hukum
(perjanjian dan peraturan). Berdasarkan sintesa tersebut penulis berhipotesa
bahwa keadilan yang selama ini para filosof, pakar, dan bahkan kita sebagai
orang awam pahami bukanlah keadilan yang sesungguhnya akan tetapi hanya sebuah
tirai yang menutupi keadilan yang sesungguhnya, hal ini dikarenakan kita tidak mampu
membedakan antara persamaan dengan keadilan. Mengapa persamaan dengan keadilan
harus dibedakan dengan keadilan, bukankah persamaan dan keadilan merupakan dua
sisi mata uang, itulah beberapa pertanyaan yang akan timbul dari hipotesa yang
penulis sampaikan sebelumnya dan hal tersebut wajar terjadi karena apa yang
penulis sampaikan berbeda dengan apa yang kita terima dan pahami selama ini.
Keadilan dan persamaan
merupakan dua hal yang berbeda, mengutip pendapat cendikiawan Timur Tengah,
beliau mengatakan persamaan berarti menyamakan sesuatu tanpa membedakan sifat
yang menunjukkan perbedaan. Oleh karena itu, karena yang dicari kesamaan maka
akhirnya timbul kedzaliman/kejahatan. Sedangkan keadilan berarti menempatkan
sesuatu sesuai dengan yang berhak diterima dan hal itu tidak harus sama antara
satu orang dengan orang yang lainnya. Kita ambil contoh sederhana, apakah
menurut kita adil menyamaratakan uang saku dari dua orang kakak dan adik, yang
mana si kakak telah bersekolah di sekolah lanjutan sedangkan si adik masih bersekolah
di taman kanak-kanak. Jika kita memandang dari persamaan maka kita akan
mengatakan hal tersebut adil, namun jika kita memandang dari keadilan maka hal
tersebut tidak adil. Hal ini dikarenakan jika uang saku mereka berdua disamakan
dengan mengacu pada uang saku untuk si adik yang pada kenyataannya lebih
sedikit kebutuhannya maka akan tidak adil bagi si kakak karena kebutuhanya
lebih banyak maka memerlukan uang saku yang lebih banyak, dan jika kita
menyamakan dengan mengacu pada uang saku untuk si kakak maka akan menjadi
sesuatu yang berlebihan dan sia-sia untuk si adik karena kebutuhanya tidak sebanyak
si kakak yang telah duduk di sekolah lanjutan, bahkan bisa saja kita malah
mengajarkan hidup boros kepada si adik sehingga dapat merusak perkembangan
mentalnya. Selain itu, jika keadilan adalah persamaan maka kekacauan sosial
saat ini adalah suatu hal yang wajar terjadi, dikarenakan persamaan dalam sudut
pandang masing-masing manusia saling berbeda dan masih diperdebatkan. Oleh
karena itu, jangan kita samakan antara persamaan dengan keadilan dan jangan pula
kita laksanakan keadilan berdasarkan asumsi pribadi dan tolak ukur manusia
karena apa yang ada dalam pikiran dan tolak ukur kita masih sempit dan belum mampu
menjangkau keadilan. Untuk itu Sang Maha Adil telah mengutus banyak utusannya
untuk mengajarkan kepada kita tentang apa itu keadilan, pada setiap agama yang
ada pasti menjelaskan tentang apa itu keadilan dan kesemua itu memiliki benang
merah yaitu memberikan sesuatu sesuai dengan yang berhak diterima, tidak
dilebihkan ataupun dikurangi.
Dari semua uraian di atas
dapat kita pahami bahwa pemahaman kita tentang keadilan selama ini hanya
terbatas dan tidak benar-benar menyentuh arti dari keadilan yang sebenarnya. Jika
diibaratkan keadilan yang selama ini kita kenal adalah sebuah tirai, sementara
keadilan yang sebenarnya adalah apa yang ada dibalik tirai yang menyelubunginya
tersebut. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita memperbaiki kesalahan
kita dalam memahami keadilan selama ini, karena orang yang hebat bukanlah orang
yang selalu benar, melainkan orang yang mau mengakui kesalahanya dan
memperbaiki kesalahan tersebut. Terlebih lagi untuk para penegak keadilan,
janganlah kita sewenang-wenang dan mempermainkan harapan dan keadilan, tugas
kita adalah mewujudkan keadilan sehingga nantinya akan tercipta kedamaian sosial.
Akan tetapi, jika kita tetap pada ego masing-masing maka ingatlah bahwa dunia
bukanlah akhir dari segalanya, sang Maha Adil yang nanti akan memberikan
keadilan sejati.
*Penulis merupakan Calon Hakim yang saat ini ditugaskan di Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian