Laut teritorial merupakan wilayah laut yang terletak disisi luar dari
garis-garis dasar, yang lebarnya 12 mil laut diukur dari garis dasar (Pasal 3
United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS)). Yang dimaksud dengan
garis dasar disini adalah garis yang ditarik pada pantai pada waktu air laut
surut (Pasal 5 UNCLOS). Negara pantai mempunyai kedaulatan atas Laut
Teritorial, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dimana dalam pelaksanaannya
kedaulatan atas laut teritorial ini tunduk pada ketentuan hukum internasional.
Akan tetapi demi menjamin
hak seluruh negara di dunia dalam menikmati laut sebagai warisan bersama umat
manusia (common heritage of mankind)
maka di dalam laut teritorial berlaku hak lintas laut damai bagi kapal-kapal
asing, sebagaimana
rumusan hak lintas damai pada Konferensi Institut de Droit yang menyatakan : kapal asing mempunyai hak lintas damai di laut wilayah suatu negara,
termasuk hak untuk berhenti dan melemparkan sauh, bila terjadi insiden
pelayaran atau terpaksa oleh keadaan force majeure atau dalam keadaan bahaya.
Rumusan ini selanjutnya diadopsi pada Pasal 14 point 1 Konvensi Jenewa 1958
tentang Hukum Laut, yang berbunyi : "Subject to the provisions of
these articles, ships of all States, whether coastal or not, shall enjoy the
right of innocent passage throught the territorial sea".
Dalam kepustakaan hukum internasional, hak lintas
damai telah melembaga dalam Konvensi Hukum lnternasional, yaitu Konvensi Den
Haag 1930, Namun pengaturan lebih lengkap dirumuskan dalam Konvensi Hukum Laut
1958 yang dalam perkembangan selanjutnya dimuat dalam Konvensi Hukum Laut 1982
(UNCLOS 1982) yang banyak mengalami perkembangan dalam pengaturan lintas damai
ini. Walaupun pada umumnya ketentuan-ketentuan mengenai hak lintas damai di
laut teritorial dalam UNCLOS 1982 banyak mengadopsi dari Konvensi terdahulu,
yaitu Konvensi Jenewa 1958 tentang Hukum Laut. Meskipun demikian, di dalam
UNCLOS 1982 juga terdapat beberapa perkembangan dalam pengaturan kebebasan berlayar atau hak-hak-lain bagi kapal-kapal asing,
diantaranya lintas damai di laut territorial, lintas damai di Selat yang digunakan
untuk pelayaran lnternasional, dan hak lintas melalui
alur laut kepulauan (archipelagic sea lanes) yang ditetapkan oleh Negara
kepulauan yang bersangkutan setelah berkonsultasi dengan IMO (International Maritime Organisation).[1]
Pasal 17 UNCLOS 1982 memberikan hak kepada semua negara, baik negara pantai maupun negara tak berpantai,
menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial. Selanjutnya, Pasal 18 point
1 UNCLOS 1982 menerangkan pengertian lintas sebagai pelayaran melalui laut teritorial
untuk keperluan:
a.
Melintasi laut tersebut
tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah
laut atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman; dan atau
b. Berlalu ke atau dari
perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut atau
fasilitas pelabuhan tersebut.
Dalam ayat (2) ditegaskan
bahwa lintas damai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas harus terus
menerus, langsung serta secepat mungkin, mencakup berhenti atau buang jangkar sepanjang
hal tersebut berkaitan dengan pelayaran
normal, atau perlu dilakukan karena keadaan memaksa, mengalami kesulitan,
memberi pertolongan kepada orang, kapal atau pesawat udara yang dalam bahaya
atau kesulitan.
Dari uraian di atas terlihat
bahwa hak lintas damai merupakan[2]
pemberian hak kepada kapal asing untuk melintasi
wilayah laut yang berada dalam
yurisdiksi suatu negara dengan pembatasan-pembatasan tertentu.
Pembatasan-pembatasan tersebut ditetapkan secara tegas dalam Pasal 19 UNCLOS 1982 dengan memberikan pengertian tentang
hak lintas damai, yaitu :
1. Lintas
adalah damai sepanjang tidak merugikan bagi kedamaian, ketertiban atau keamanan
Negara pantai. Lintas tersebut harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Konvensi
ini dan peratruan hukum internasional lainnya.
2. Lintas
suatu kapal asing harus dianggap membahayakan kedamaian, ketertiban atau
Keamanan Negara pantai, apabila kapal tersebut di laut teritorial melakukan
salah satu kegiatan sebagai berikut :
(a) setiap
ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau
kemerdekaan politik Negara pantai, atau dengan cara lain apapun yang merupakan
pelanggaran asas hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa;
(b) setiap
latihan atau praktek dengan senjata macam apapun;
(c) setiap
perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang merugikan bagi
pertahanan atau keamanan Negara pantai;
(d) setiap
perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau keamanan
Negara pantai;
(e) peluncuran,
pendaratan atau penerimaan setiap pesawat udara di atas kapal;
(f) peluncuran,
pendaratan atau penerimaan setiap peralatan dan perlengkapan militer;
(g) bongkar
atau muat setiap komoditi, mata uang atau orang secara bertentangan dengan
peraturan perundangundangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter Negara
Pantai;
(h) setiap
perbuatan pencemaran dengan sengaja dan parah yang bertentangan dengan
ketentuan Konvensi ini;
(i) setiap
kegiatan perikanan;
(j) kegiatan
riset atau survey;
(k) setiap
perbuatan yang bertujuan mengganggu setiap sistem komunikasi atau setiap
fasilitas atau instalasi lainnya Negara pantai;
(l) setiap
kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan lintas.
Dari ketentuan Pasal 19 point 1 di atas dapatlah dikemukan bahwa pertama
lintasan itu damai selama tidak merugikan kedamaian, ketertiban atau keamanan
negara pantai. Kedua, Pasal 19 point 2 menyebutkan suatu daftar tentang
kegiatan-kegiatan yang menyebabkan lintas kapal asing dianggap tidak damai.
[1] Etty
R. Agoes, Konvensi Hukum Laut 1982
Masalah Pengaturan Hak Lintas Kapal Asing, Abardin, Bandung, 1991, hlm.118.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar