Kehidupan
merupakan sebuah alur perjalanan manusia melintasi waktu untuk mengabdikan diri
bagi masyarakatnya. Untuk melakukan perjalanan waktu ini, manusia sebagai
makhluk hidup memiliki dua kebutuhan besar yaitu kebutuhan jasmani dan
kebutuhan rohani. Adapun kebutuhan jasmani merupakan kebutuhan yang menunjang
raga/jasmani manusia dalam menempuh kehidupannya, seperti kebutuhan pangan,
tempat tinggal, dan kebutuhan sandang serta kebutuhan luxury/kemewahan sebagai pelengkap tiga kebutuhan dasar yang wajib
dipenuhi sebelumnya. Sedangkan kebutuhan batin pada umumnya merupakan kebutuhan
terhadap rasa di dalam hati manusia yang dapat menenangkan hati dan pikiran manusia,
meliputi kebutuhan religius, kebutuhan akan kesejahteraan, dan kebutuhan naluri
dasar manusia untuk berkeluarga serta berketurunan.
Pada
kesempatan ini penulis akan membahas terkait kebutuhan akan kesejahteraan.
Sebelum membahas lebih lanjut, penulis akan menjabarkan definisi kesejahteraan
menurut para ahli. Pertama Walter A.
Friendlander sebagaimana dikutip oleh Drs.Syarif Muhidin, Msc di dalam
bukunya yang berjudul “Pengantar Kesejahteraan Sosial”, mendifinisikan
kesejahteraan sebagai sebuah kondisi baik dimana sesorang berada dalam keadaan
makmur, sehat, dan damai. Sedangkan Zastrow
mendefinisikan kesejateraan sebagai sebuah kondisi terpenuhinya kebutuhan dasar
setiap individu. Selanjutnya kedua ahli ini mendefinisikan kesejahteraan sosial
sebagai suatu pola pelayanan yang diberikan oleh pihak yang berwenang yang
dalam hal ini pemerintah selaku pelaksana kehidupan bernegara agar masyarakat
mampu memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatannya. Dari
pengertian/definisi kedua ahli tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa
kesejahteraan adalah suatu keadaan yang mana telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia seperti sandang, pangan, dan papan serta kesehatan sehingga mampu
menciptakan kondisi yang damai. Sedangkan untuk tingkatan yang lebih makro,
kesejahteraan bertransformasi menjadi kesejahteraan sosial, yaitu sebuah bentuk
pelayanan yang terorganisir dari negara/pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan warga negaranya. Selanjutnya
bagaimana dengan kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia?
Realita Kesejahteraan
Sosial Saat Ini
Sejak
sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia para founding father negara ini telah merumuskan sebuah tata nilai dasar
yang wajib dijalankan dengan satu tujuan, yaitu kesejahteraan sosial. Tata
nilai dasar ini dapat kita lihat di dalam Pancasila, pembukaan UUD 1945, dan
Pasal 33 UUD 1945, yang semuanya mewajibkan negara/pemerintah selaku pemilik
kekuasaan untuk membentuk suatu tatanan kebijakkan yang mampu memberikan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Segala kebijakkan yang
diambil oleh negara/pemerintah wajib ditujukan demi peningkatan kesejahteraan
seluruh lapisan rakyat Indonesia dengan memperhatikan kesejahteraan sosial saat
kebijakkan tersebut diambil. Pengamanatan tanggung jawab ini diberikan karena
pemahaman bersama seluruh rakyat Indonesia termasuk para founding father terhadap kesengsaraan yang dialami sebagai bangsa
yang terjajah, yang mana tidak pernah merasakan kesejahteraan sosial dan hanya
disajikan jurang besar antara si-kaya dan si-miskin selama masa penjajahan
tersebut.
Quo Vadis Kesejahteraan
Sosial
Akan
tetapi pada pelaksanaannya konsep mewujudkan kesejahteraan sosial sebagaimana
yang dirumuskan oleh para founding father
hanya menjadi sebuah angan-angan suci yang hingga saat ini belum mapu
diwujudkan oleh negara/pemerintah. Kita masih dapat melihat besarnya
ketimpangan kesejahteraan yang dirasakan oleh setiap masyarakat Indonesia,
terutama jika kita membandingkan antara daerah perkotaan dengan pelosok daerah
di Indonesia. Terlihat jelas jurang yang memisahkan dua kelompok besar di dalam
masyarakat Indonesia, satu kelompok kecil menikmati pemenuhan kebutuhannya,
bahkan dapat dikatakan melimpah. Akan tetapi kelompok besar masyarakat
Indonesia masih hidup dalam kemiskinan, jangankan untuk memenuhi kebutuhan luxury-nya, untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya saja masih sangat sulit. Kondisi ini diperparah dengan kondisi
pemerintahan yang korup dan kebijakan peraturan perundang-undangan yang tidak
pro kepada masyarakat banyak. Contoh mudahnya adalah dalam pengambilan
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar
minyak, yang mana kebijakan tersebut diambil dengan dalih untuk mengurangi
beban APBN yang diberatkan dengan subsidi bahan bakar minyak untuk rakyat tanpa
melakukan evaluasi hingga keakar permasalahan. Jika kita lakukan analisa, besarnya
beban subsidi yang ditanggung oleh APBN Indonesia disebabkan oleh lupanya
pemerintah melakukan kontrol terhadap berbagai aspek, seperti kontrol terhadap
penggunaan bahan bakar subsidi yang dikonsumsi tidak hanya oleh masyarakat
miskin tetapi juga oleh si-kaya. Balum lagi lemahnya pengaturan terhadap
pengadaan kendaraan di Indonesia, saat ini hanya dengan uang muka yang murah
setiap masyarakat dapat memiliki kendaraan bermotor. Belum lagi pola hidup
mewah yang diterapkan oleh para pejabat negara mulai dari materi kekayaan dan
jalan-jalan keluar negeri dengan berbagai macam alasan. Kesemua hal tersebutlah
yang menyebabkan menggelembungnya subsidi bagi masyarakat miskin di Indonesia.
Adapun dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak dapat kita rasakan dengan
meroketnya harga-harga keburuhan, khususnya kebutuhan pokok saat ini.
Bagaimana jadinya riwayat cita-cita mulia untuk
menciptakan kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia. Dimana letak
kemerdekaan jika kita masih mengalami kondisi kesejahteraan yang sama dengan
masa penjajahan. Untuk itu mari kita tentukan nasib kita kedepannya dengan
serius memilih pemimpin kita kedepannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar